Kicaunya membangunkan
Hangatnya menggairahkan
Kenari, mentari
Dipagi hari
Raga raga yang malas
Jiwa jiwa yang terkapar
Hiduplah dalam sadarmu
Waktu bukanlah mantan
Yang mudah kau ajak reunian
Kenari putihku
Mentari pagiku
Menantramkan hati
Dari resah mulai bertepi
AA Prasojo |Yogyakarta; 00:36 WIB
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/kenari-move-on_56d7cbeb9b93731a0bc1b0d7
Minggu, 10 April 2016
Handuk Kecil
Menunggu...
Sebuah makna yang lebih kau tahu
Bertahun tahun di sisa umurmu
Kau menunggu...
Siapapun yang akan menggunakan jasamu
Dalam menunggu...
Terkadang kau hanya duduk termenung
Sesekali menyeruput kopi
Sesekali membaca suara harian pagi
Atau ngobrol ngalor ngidul, mbanyol juga tawa unjuk gigi
Handuk kecil terlilit dileher
Bersiap untuk peluh pagi yang mengucur tiada henti
Sepenuh hati kau kayuh hari
Demi periuk nasi yang penuh isi
Namun siapa tahu tentang hari
Ketika harapan membumbung tinggi
Pagi cerah, sore hujan tiada henti
Periuk menjadi impian yang harus terisi
Kata siapa kau putus harapan
Malas-malasan tak mau bekerja yang lain
Dalam hati kecil kau ingin
Namun ketetapan hati, legowo, tentang sebuah pilihan
Pilihan menunggu dalam lamunan
Kewajiban menunggu menjadi sebuah pilihan penuh harapan
Kewajiban untuk tetap membahagiakan
Keluarga, dengan kejujuran dan kehalalan
Yogyakarta, 08:06 WIB | AA PRASOJO
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/100puisi-handuk-kecil_56c3c99723afbd6b0552b63f
Sebuah makna yang lebih kau tahu
Bertahun tahun di sisa umurmu
Kau menunggu...
Siapapun yang akan menggunakan jasamu
Dalam menunggu...
Terkadang kau hanya duduk termenung
Sesekali menyeruput kopi
Sesekali membaca suara harian pagi
Atau ngobrol ngalor ngidul, mbanyol juga tawa unjuk gigi
Handuk kecil terlilit dileher
Bersiap untuk peluh pagi yang mengucur tiada henti
Sepenuh hati kau kayuh hari
Demi periuk nasi yang penuh isi
Namun siapa tahu tentang hari
Ketika harapan membumbung tinggi
Pagi cerah, sore hujan tiada henti
Periuk menjadi impian yang harus terisi
Kata siapa kau putus harapan
Malas-malasan tak mau bekerja yang lain
Dalam hati kecil kau ingin
Namun ketetapan hati, legowo, tentang sebuah pilihan
Pilihan menunggu dalam lamunan
Kewajiban menunggu menjadi sebuah pilihan penuh harapan
Kewajiban untuk tetap membahagiakan
Keluarga, dengan kejujuran dan kehalalan
Yogyakarta, 08:06 WIB | AA PRASOJO
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/100puisi-handuk-kecil_56c3c99723afbd6b0552b63f
"Bukan" Laku Sampahmu
Disepertiga malam
Orang-orang yang kau pandang rendah
Telah berjalan mengais sampah
Padahal engkau lelap tidur tanpa suatu resah
Orang-orang dipos ronda bergumul dengan selimut
Selimut dari kain
Sarung pemberian kala baca yasin
Anak muda kumpul bersama
Ditepian burjo duduk tertawa
Membahas permasalahan negeri ini
Keruh hanya maki tanpa solusi
Layaknya jalanan
Pengemudi tak sabaran
Klakson asal bunyi, panjang di bunyikan
Menambah pekat polusi jalanan
Masih panjang perjalanan
Sampah di perumahan
Juga dusun sebrang
Harus segera masuk keranjang
Kerajang harapan
Harap-harap memahami
Beratnya gerobak pagi
Jangan kau tambah maki
Maki kesombongan
Sumpalan iuran bulanan
AA Prasojo YOGYAKARTA, 16 2 16 | 14:01 WIB
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/100puisi-bukan-laku-sampahmu_56c2ce68c323bd70126b9c9e
Orang-orang yang kau pandang rendah
Telah berjalan mengais sampah
Padahal engkau lelap tidur tanpa suatu resah
Orang-orang dipos ronda bergumul dengan selimut
Selimut dari kain
Sarung pemberian kala baca yasin
Anak muda kumpul bersama
Ditepian burjo duduk tertawa
Membahas permasalahan negeri ini
Keruh hanya maki tanpa solusi
Layaknya jalanan
Pengemudi tak sabaran
Klakson asal bunyi, panjang di bunyikan
Menambah pekat polusi jalanan
Masih panjang perjalanan
Sampah di perumahan
Juga dusun sebrang
Harus segera masuk keranjang
Kerajang harapan
Harap-harap memahami
Beratnya gerobak pagi
Jangan kau tambah maki
Maki kesombongan
Sumpalan iuran bulanan
AA Prasojo YOGYAKARTA, 16 2 16 | 14:01 WIB
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/100puisi-bukan-laku-sampahmu_56c2ce68c323bd70126b9c9e
Engkau Sang Senja
Duhai senja, mengapa engkau merayu
Raga, yang sedang berduka
Tahukah engkau tentang itu
Ia kini bahagia
Duhai senja, mengapa engkau merayu
Pemuda, yang sedang bermimpi
Tahukah engkau tentang itu
Ia kini berani
Duhai senja, mengapa engkau merayu
Anak adam yang sedang bermain kata
Tahukah engkau tentang itu
Ia kini merdeka
Duhai senja, mengapa engkau merayu
Hati, yang sedang berbagi
Tahukah engkau tentang itu
Ia kini mulai berpuisi
Senja,
Duhai senja,
Engkau sang senja,
Dalam tiap senja.
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/engkau-sang-senja_56be8d39f59273ec0469cffb
“Lantai 4”[1]
Engkau mengatakan Itu atap, aku mengatakan itu gunung
Engkau mengatakan itu jembatan, aku mengatakan itu masa depan
Engkau mengatakan itu masjid, aku mengatakan itu hati
Rasa dan fikir
Laku cermin
Buratan senja, nampak elok
Seelok engkau bidadari, berjilbab hati
Bibir yang terus berucap
Aku tebak, engkau sedang menghafal
Disudut renungku
Maaf, aku memperhatikanmu.
Yogyakarta 19 Oktober 2015, AA PRASOJO
[1] Puisi yang tertulis kala senggang waktu, di perpustakaan lt 4.
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/lantai-4_56be8a348d7e6113048b456f
Engkau mengatakan itu jembatan, aku mengatakan itu masa depan
Engkau mengatakan itu masjid, aku mengatakan itu hati
Rasa dan fikir
Laku cermin
Buratan senja, nampak elok
Seelok engkau bidadari, berjilbab hati
Bibir yang terus berucap
Aku tebak, engkau sedang menghafal
Disudut renungku
Maaf, aku memperhatikanmu.
Yogyakarta 19 Oktober 2015, AA PRASOJO
[1] Puisi yang tertulis kala senggang waktu, di perpustakaan lt 4.
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/prasojo70/lantai-4_56be8a348d7e6113048b456f
Langganan:
Postingan (Atom)